Jumat, 03 Oktober 2014

Tahap Pengolahan Data Seismik 2D Secara Umum

   Pengolahan Data Seismik



            Pengolahan data seismik adalah suatu proses yang dilakukan untuk mengubah data seismik lapangan menjadi suatu bentuk penampang seismik. Data seismik lapangan belum dapat merepresentasikan kondisi bawah permukaan yang sebenarnya karena masih banyak terdapat faktor yang merusak sinyal seismik seperti noise dan sebagainya. Secara umum pengolahan data seismik memiliki step-step umum seperti Reformating, Geometri/labeling, Amplitude Recovery (TAR), Koreksi Statik, Filter Digital, Dekonvolusi, , Analisa Kecepatan, Koreksi NMO, Migrasi Data Seismik.

    Reformating
Reformating adalah proses menyesuaikan format data lapangan dengan format  dari perangkat  lunak yang digunakan. Proses ini pada dasarnya adalah proses sorting data. Data seismik pada umumnya direkam dalam suatu pita magnetik dengan beberapa format data. Untuk mempermudah penggunaan data, Society of Exploration Geophysics (SEG) menetapkan standar format data dalam pita magnetik.   Data mentah tersebut kemudian direformat ke dalam format internal dari perangkat lunak yang akan digunakan, yang didalam kerja praktek ini memakai perangkat lunak OMEGA. Jenis format pita dalam pita magnetik dibagi menjadi dua, yaitu:
Ø Format data multiplex, terdiri dari SEG-A, SEG-B, SEG-C dan SEG-Dxx
Ø Format data demultiplex, terdiri dari SEG-D 80xx, SEG-Y
Tahap ini dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:
1.    Multiplex
Gelombang seismik yang terpantul beserta noise dan gelombang lainnya diterima oleh geophone masih berupa rekaman analog. Gelombang analog dicuplik menjadi digital menggunakan multiplexer dengan interval tertentu. Akibatnya data yang diperoleh berupa gelombang menurut deret waktu (time series) bukan dalam deret jarak (sequential series).
2.    Demultiplex
Proses demultiplex adalah mengatur kembali urutan sampel tersebut berdasarkan urutan geophone. Pada dasarnya proses ini mirip dengan proses transpose suatu matriks.


  Geometri/Labeling
            Geometri sendiri adalah proses pendefinisian konfigurasi letak shot point dan receiver point sesuai di lapangan ke dalam software sesuai dengan data observasi. Lalu proses selanjutnya adalah proses pendefinisian identitas trace dengan variabel-variabel (shotpoint, koordinat di permukaan, CDP gather dan offset) yang bergantung pada geometri penembakan. Oleh karena itu dibutuhkan data-data mengenai keadaan akuisisi di lapangan seperti jumlah receiver per shotpoint, jarak offset shotpoint atau receiver, penyimpanan letak shotpoint , uphole time (waktu yag diperlukan sinyal seismik dari sumber pada kedalaman tertentu sampai ke permukaan).

   Koreksi Statik
Koreksi statik dilakukan untuk menghilangkan pengaruh topografi (elevasi shotpoint dan geophone), ketebalan lapisan lapuk (weathering zone), dan variasi kecepatan gelombang seismik pada lapisan lapuk. Jadi, koreksi ini adalah mengoreksi perbedaan waktu tempuh gelombang akibat perbedaan elevasi dan pengaruh lapisan lapuk. Di dalam pengolahan data seismik, terdapat dua jenis koreksi statik yang harus dilakukan yaitu datum static dan refraction static.
a.    Datum Static
Datum static adalah koreksi karena perbedaan elevasi source dan receiver. Datum statics dilakukan dengan meletakkan source dan receiver pada posisi virtual dengan elevasi yang sama (datum) yang biasanya sedikit dibawah elevasi source dan receiver yang terendah. Untuk proses ini, diperlukan informasi replacement velocity dari material antara datum dengan masing-masing source dan receiver. Replacement velocity biasanya diperoleh dari pengetahuan sebelumnya dari daerah yang bersangkutan atau dari pengukuran uphole time.
Persamaan datum statics, diberikan oleh:
tD = [(ES – ZS - ED) + (ER – ZR - ED)]/Vr
Dimana ES elevasi dari source (di atas permukaan laut), ZS kedalaman dari source ( 0 untuk vibroseis), ER elevasi dari receiver, ZR kedalaman dari receiver, ED elevasi datum, dan Vr adalah replacement velocity.
Gambar berikut ini mengilustrasikan parameter-parameter yang digunakan dalam elevation statics.
Gambar  Datum static
Selanjutnya dilakukan perhitungan:
TWTes = TWT-tD
TWTes adalah waktu tempuh (TWT) dari trace pasangan sumber penerima setelah koreksi statik, TWT adalah waktu tempuh trace sebelum koreksi statik.
a.    Refraction Static
Refraction Static adalah koreksi yang dilakukan dengan mengurangi waktu tempuh gelombang seismik yang melewati lapisan lapuk dengan waktu tempuh yang seolah-olah tidak melewati lapisan lapuk. Hal ini dilakukan karena terjadi penurunan kecepatan yang cukup signifikan ketika gelombang seismik melewati lapisan lapuk. Up Hole Survey dimaksudkan untuk menentukan ketebalan lapisan lapuk, kecepatan gelombang P pada lapisan lapuk dan untuk mengetahui kecepatan gelombang P dilapisan yang lebih kompak (di bawah lapisan lapuk).

 Amplitude Recovery
Pada penjalaran gelombang seismik dari source ke reflektor dan kemudian ke receiver di permukaan, energi gelombang akan semakin melemah karena beberapa sebab diantaranya karena faktor jarak atau geometri (spherical divergence) dan proses penyerapan tenaga oleh lapisan batuan yang dilaluinya. Besarnya amplitudo yang terekam oleh receiver berbanding lurus dengan energi gelombang seismik yang diterima oleh receiver tersebut. Oleh karena adanya gejala atenuasi tersebut maka perlu adanya pengkoreksian dimana seolah-olah setiap permukaan pemantulan memperoleh energi yang sama, koreksi ini anatara lain:
1.         Spherical Divergence Correction
Koreksi ini karena adanya atenuasi akibat jarak atau geometri perambatan gelomba`ng yang berbentuk seperti bola (Spherical Divergence) dan secara matematik koreksi ini dirumuskan sebagai berikut:
Untuk keadaan bawah permukaan yang berlapis-lapis dan tidak homogen, koreksi ini menjadi = (tv)2 dan disebut koreksi divergensi Neumann.

2.         Surface Consistent Gain correction
      Koreksi ini berkaitan dengan amplitudo yang tidak benar karena pengaruh variasi keadaan permukaan. Ketidakseragaman amplitudo ini dapat dilihat dari perbedaan energi yang diterima setiap receiver dari source yang sama, dan energi yang diterima receiver yang sama dari source yang berbeda, sehingga Surface Consistent Gain Correction akan melakukan proses penguatan amplitudo, sehingga setiap titik seolah-olah akan datang gelombang dengan energi yang sama.

Gambar  Faktor-faktor yang mempengaruhi amplitudo gelombang seismik


Filtering
Filtering merupakan proses untuk memisahkan frekuensi data seismik primer dengan frekuensi yang menganggu data seismik primer. Frekuensi-frekuensi pengganggu tersebut akan dibuang dan dimusnahkan untuk melindungi sinyal primer. Frekuensi ini disebut noise, yang biasanya dilakukan sebelum dan sesudah stack. filtering yang sering digunakan dalam pengolahan data seismik adalah band pass, low pass (high cut) dan high pass (low cut). Didalam pengolahan data seismik band pass filter lebih umum digunakan karena biasanya gelombang seismik terkontaminasi noise frekuensi rendah (seperti ground roll) dan noise frekuensi tinggi (ambient noise).

              Dekonvolusi
Dekonvolusi adalah suatu proses untuk mengembalikan sinyal akibat adanya konvolusi. Seperti yang kita tahu bahwa fenomena perambatan gelombang seismik yang dipakai dalam seismik eksplorasi dapat di dekati dengan model konvolusi. Trace seismik dapat dianggap sebagai hasil konvolusi antara deret koefisien refleksi dengan sinyal seismik.
Dekonvolusi umumnya dilakukan sebelum stacking akan tetapi dapat juga diterapkan setelah stacking. Selain meningkatkan resolusi vertikal, dekonvolusi dapat mengurangi efek ‘ringing’ atau multiple yang mengganggu interpretasi data seismik.

Konvolusi        : S(t) = W(t)*R(t) + n(t)
S(t) = sinyal, W(t) = wavelet, R(t) = koefisien refleksi, n(t) = noise.
Sehingga dekonvolusi adalah : 
R(t)= W(t)-1*S(t)

Beberapa asumsi yang diterapkan dalam proses dekonvolusi :
1.      Bumi merupakan lapisan horizontal yang mempunyai kecepatan konstan
2.      Bentuk gelombang tidak berubah selama penjalaran ke dalam bumi
3.      Noise random n(t) dianggap nol
4.      Bentuk sumber gelombang atau wavelet w(t) diketahui
Pada pengolahan data seismik dikenal beberapa jenis dekonvolusi, yaitu :
1.      Spike Deconvolution
Spike dekonvolution atau whitening deconvolution didesain dengan asumsi bahwa wavelet yang digunakan  berupa impuls (spike) sehingga keluaran yang diharapkan adalah trace seismik yang mendeteksi fungsi koefesien seismik.
2.      Gap Deconvolution (Predictive Deconvolution)
Gap Deconvolution di buat menggunakan fungsi auto korelasi dari trace masukan yang diamsusikan sebagai signature wavelet. Operator dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian yang tidak aktif (Gap) dan bagian aktif. Panjang gap diambil dari first zero crossing atau second zero crossing dari fungsi auto korelasi. Dikatakan sebagai predictive deconvolution karena efeknya menekan gangguan-gangguan yang diramalkan setelah terjadi suatu peristiwa refleksi yang belum dapat dipastikan seperti multiple atau reverberasi.
3.      Signature Devonvolution
Signature Devonvolution adalah bentuk wavelet yang bila didekonvolusikan dengan koefesien refleksi akan menghasilkan trace sesimik yang diamati. Operator dari inverse filter untuk dekonvolution dengan dapat didesain berdasarkan invers spectrum dari signature tersebut, dapat diperoleh dari rekaman di lapangan atau ekstrasi wavelet dari trace masukan atau dapat juga diramalkan berdasarakan implus respon dari instrumen.
  Koreksi NMO
                    Normal moveout merupakan perbedaan waktu antara waktu jalar gelombang pada offset tertentu dengan pada zero offset. Kecepatan yang digunakan untuk koreksi normal moveout disebut kecepatan NMO. Koreksi NMO bertujuan untuk menghilangkan efek dari jarak (offset) antara sumber dan geophone dalam satu CDP (Common Depth Point) sehingga tampilan dari sumber dan geophone yang berbeda berada pada waktu yang sama.
Jika kecepatan NMO pas dan benar, maka event seismik akan terlihat flat dan datar, jika kecepatan yang dipakai terlalu rendah maka event seismik akan terlihat melengkung ke atas (overcorrected), dan jika kecepatan yang dipakai terlalu cepat maka akan terlihat melengkung ke bawah (undercorrected).

Gambar  Koreksi NMO

Gambar  Koreksi NMO dengan variasi kecepatan

   Analisa Kecepatan
Analisa kecepatan kecepatan merupakan proses untuk memperoleh kecepatan yang tepat. Proses analisa kecepatan dikenakan pada trace-trace yang tergolong dalam satu CDP atau CMP.Ada dua metode untuk menampilkan spektrum kecepatan yaitu metode perkiraan kecepatan constant velocity stack, dan metode spektrum kecepatan atau spektrum semblance.
 1.      Metode perkiraan kecepatan constant velocity stack
Pada metode ini pemilihan kecepatan yang optimal dilakukan dengan cara menerapkan proses NMO dengan kecepatan yang berbeda–beda. Kecepatan terbaik yang akan dipilih adalah kecepatan yang menghasilkan suatu bentuk reflektor yang horisontal. Jika kecepatan yang digunakan terlalu rendah, maka even reflektor akan berbentuk melengkung ke atas (over-correlated). Sedangkan jika kecepatan yang digunakan terlalu tinggi, maka even reflektor akan berbentuk melengkung ke bawah (under-correlated). Metode perkiraan kecepatan constant velocity stack memerlukan data masukan berupa CDP gather.
2. Metode Spektrum kecepatan atau spektrum semblance
Prinsip dasar metode ini adalah amplitudo stack maksimum yang diperoleh berdasarkan harga fungsi kecepatan yang diterapkan pada koreksi NMO, dengan harga amplitudo yang ditampilkan dalam bentuk spektrum. Nilai semblance merupakan normalisasi dari perbandingan antara total energi setelah di-stack dengan total energi sebelum di-stack. Semblance ditampilkan dalam bentuk penampang pada sebuah sistem koordinat dengan sumbu x merupakan nilai kecepatan dan sumbu y merupakan nilai two way time (twt).

Migrasi
Migrasi merupakan proses pada pengolahan data seismik yang bertujuan untuk memindahkan reflektor miring ke posisi yang sebenarnya pada penampang seismik. Migrasi dapat juga dipandang sebagai suatu proses yang dapat meningkatkan resolusi spasial penampang seismik. Posisi data seismik hasil proses stacking belum berada pada posisi yang sebenarnya, sehingga perlu diletakkan ke posisi sebenarnya. Migrasi juga dapat menghilangkan efek difraksi yang masih tersisa. Proses migrasi berada dalam kawasan offset dan waktu.

Beberapa jenis migrasi berdasar numerik antara lain :
     1.   Metode Finite-difference
Dilakukan setelah data seismik di-stack. Kecepatan yang digunakan adalah kecepatan RMS hasil analisa kecepatan yang telah mengalami proses smoothing. Keuntungan metode ini adalah dapat dilakukan pada data dengan rasio sinyal-noise yang rendah (data yang buruk), kelemahannya adalah waktu komputasi yang lama dan tidak bisa meresolusi reflektor dengan kemiringan yang curam.

2. Metode Penjumlahan Kirchhoff (Kirchhoff summation)
Dilakukan setelah proses stack. Kecepatan yang digunakan adalah kecepatan stack yang telah dismooth secara lateral. Keuntungan metode ini dapat meresolusi struktur dengan kemiringan yang curam, kelemahannya adalah tidak bisa dilakukan pada data dengan rasio sinyal-noise yang rendah atau data yang buruk.
    3. Metode F-K (frekuensi – bilangan gelombang)
Dilakukan setelah proses stack dengan menggunakan transformasi fourier untuk area dengan variasi kecepatan lateral yang rendah atau tidak ada sama sekali. Keuntungan metode ini adalah waktu komputasi yang cepat, dapat meresolusi struktur dengan kemiringan yang curam dan dapat dilakukan pada data dengan rasio sinyal-noise yang rendah (data yang buruk). Kelemahannya adalah tidak dapat dilakukan pada area dengan variasi kecepatan lateral yang tinggi dan kecepatan rata-rata yang digunakan harus rendah/lambat.
Migrasi dapat dilakukan dalam kawasan waktu atau kedalaman. Migrasi dengan kawasan kedalaman memiliki hasil yang lebih baik namun proses yang lebih lama dibandingkan dengan proses migrasi dalam kawasan waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar